Use this space to put some text. Update this text in HTML

468x60 banner ad

Total Pageviews

Blogger templates

Blogger news

Formulir Kontak

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 11 Maret 2015

SONGON : Cara Menghargai Para leluhur Batak


Adalah sejenis patung (gana-gana) yang diletakkan di ladang untuk melindungi dari pencuri.
“Surung ma ho Batara Pangulubalang ni pohungku, ama ni pungpung jari-jari, ina ni pungpung jari-jari, Batara si pungpung jari. Surung pamungpung ma jari-jari ni sitangko sinuanku onon, surung bunu”, ini adalah mantra (tabas) Pohung agar pencuri menjadi lumpuh jari-jarinya, bahkan mati.

Tukkot Tunggal Panaluan & Pinggan yg biasa dipergunakan leluhur Batak untuk wadah makanan adat atau kepentingan hadatuon; memang bayak yg sudah beralih tangan ke pihak luar. bukan itu saja, pustaha laklak jg banyak beralih tangan kepemilikannya.



Cara supranatural Batak untuk mengembalikan harta leluhur :
Orang Batak sangat menghormati para leluhur; makanya dalam sejarah-sejarah Batak, sering terjadi pengkaburan, akibat orang Batak tidak ingin ada sebuah fase yang dianggap jelek yangg berhubungan dengan leluhurnya.
Adong pardomuan ni halak na mangolu dohot angka na mate (Ada interaksi antara yg hidup dengan yg sudah wafat). Orang Batak menganggap bahwa, interaksi ini memiliki pengaruh yag besar baik bagi manusia yang hidup, maupun bagi roh-roh orang mati.
Pada masyarakat Batak (Toba) dikenal 8 tingkat kematian. Dari yang terendah:
Pertama, Mate Tarposo (Mati dalam kandungan atau saat masih bayi).
Kedua, Mate Poso (Mati kanak-kanak dan sebelum kimpoi).
Ketiga, Mate Pupur (Mati tua tanpa pernah kimpoi).
Keempat, Mate Punu (Mati sesudah kimpoi, tidak punya anak).
Kelima, Mate Mangkar (Mati setelah ada anak yang kimpoi, tetapi belum punya cucu).                                             
Keenam, Mate Sarimatua (Mati sudah punya cucu, tetapi masih ada anaknya yang belum kimpoi).
 



















Ketujuh, Mate Saurmatua (Mati setelah semua anak kimpoi dan mempunyai cucu).
Kedelapan, Mate Mauli Bulung (Mati setelah cucunya sudah punya cucu lagi dan status sosialnya baik serta tak ada seorang pun dari keturunannya meninggal mendahuluinya). Mulai dari Mate Tarposo hingga Mate Punu dapat dikatakan tidak dilakukan acara adat yang berarti, karena hal itu dianggap belum lengkap kehidupan seseorang. Acara adat dilakukan dan akan semakin besar serta memakan waktu lama dimulai dari jenis Mate Mangkar hingga kepada Mate Mauli Bulung.
penghormatan terhadap seorang leluhur yang berada di alam baka dapat kita lihat melalui bentuk kuburan yang ada.
Bagi orang Batak, kuburan terdiri dari tiga jenis yaitu:
1. Kuburan umum tempat pemakaman satu kampung (Huta).
2. Disebut “Tambak” berupa tanah yang ditinggikan di atas kuburan seorang yang mati dalam peringkat Sarimatua/Saurmatua. Tanah yang ditinggikan tersebut terdapat rumput manis, diletakkan secara terbalik, bertingkat tiga, lima, tujuh. Di atas tanah yang ditinggikan itu ditanam pohon Hariara/Beringin atau Bintatar sebagai pertanda. Dengan berbagai variasi yang berkembang kemudian, Tambak digunakan sebagai pusara bagi keluarga atau marga dan biasanya dibangun di kampung asal (Bona Pasogit).


3. Tugu sebagai monumen, pembangunannya berkembang secara besar-besaran setelah Tugu Raja Sisingamangaraja XII dibuat. Tugu biasanya dibangun untuk persatuan marga di bona pasogit (kampung asal) dan di dalamnya terdapat tulang belulang leluhur dengan ritual Mangokkal Holi atau menggali dan memindahkan tulang belulang.

Makam Tugu Raja Bunga Bunga, Raja Parmahan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar